Monday, January 18, 2010

My Biography - Part II


Wina vs Ari
Salah satu hobi saya saat di rumah adalah berkelahi dengan Ari. Satu-satunya rival di dalam rumah. Saya sering sekali bertengkar dengan Ari. Mulai dari perang kata-kata, hingga perang beneran.

Saya ingat, ketika saya sudah memasuki kelas 4 SD, saya pernah saling lempar barang dengan Ari. Dia melempar piring plastik ke arah saya dan saya balas melempar tempat sampah ke arahnya. Alhasil, rumah pun berantakan dan asisten rumah tangga saya lah yang kerepotan.

Suatu saat, saya dan Ari memelihara ikan cupang. Kami membeli ikan-ikan cupang itu di pasar ketika kami ikut asisten rumah tangga kami belanja. Saya memilih ikan cupang dengan ekor panjang yang berwarna merah. Sedangkan Ari memilih yang berwarna biru. Sesampainya di rumah, Mbak Yani menempatkan ikan cupang kami masing-masing ke dalam dua toples kaca.

Kami pun saling merawat ikan kami masing-masing. Untuk makanannya, kami memberikan nasi untuk ikan itu. Belakangan, kami baru tahu, itulah yang membuat ikan cupang kami cepat mati.

Ikan cupang dikenal suka bertarung kalau dihadapkan satu sama lain. Maka, kami pun mendekatkan toples kaca kami sehingga ikan cupang kami bisa saling melihat. Begitu toples kaca kami didekatkan, ikan cupang kami langsung membenturkan kepala mereka ke toples kaca.

Maksud ikan cupang itu sih, mau bertarung satu sama lain. Tapi tidak bisa karena terbentur kaca toples. Kami berdua pun senang melihat adegan itu. Ikan-ikan cupang kami saling membenturkan kepala mereka ke kaca.

Lalu, pikiran jahat saya bekerja. Saya pun mengeluarkan ikan cupang saya dari toplesnya dan mencampurkannya di dalam toples kaca Ari, sehingga kedua ikan cupang tersebut bisa bertarung dengan bebas.

Dan benar saja, ketika saya meletakkan ikan cupang merah saya, ikan cupang biru Ari langsung menyerbu ikan saya. Mereka saling bertempur satu sama lain. Saya dan Ari pun semakin senang melihatnya. Kami saling menyemangati ikan kami masing-masing.

Tetapi, kemudian salah satu ikan kami berdarah. Kami tidak tahu ikan mana yang berdarah, ikan mana yang menyerang. Kami pun mulai saling menyalahkan. Saya menyalahkan ikan Ari, begitu juga Ari. Saya langsung mengeluarkan ikan saya dari dalam toples. Saya kembalikan ikan saya ke dalam toples saya. Ternyata ikan saya tidak berdarah.

Yang berdarah ternyata ikannya Ari. Ari pun jadi marah. Dia menyalahkan saya. Saya tidak mau disalahkan. Saya bilang pada Ari, ikannya jelek sehingga mudah berdarah sedangkan ikan saya kuat.

Kami pun berkelahi. Saling memukul, menendang, mencakar, menjambak dan meludahi. Parah deh pokoknya. Mbak Yani berusaha meleraikan kami. Saya dikunci di dalam kamar saya. Ari juga dikunci di dalam kamarnya. Saya menangis kencang karena Ari menjambak saya dengan keras. Untung saya berhasil mencakar dan meludahi Ari dengan sempurna. Dia pasti kesakitan.

Malamnya, ketika Papa dan Mama sudah pulang, Mbak Yani mengadukan pada Mama dan Papa tentang kejadian perang ikan itu. Papa pun marah. Kami dilarang membeli ikan cupang lagi. Ikan cupang kami pun dibuang oleh Papa.

Saya dan Ari pun kembali menangis. Karena sudah malam, kami kembali dikunci di kamar. Tetapi, kami dikunci di dalam satu kamar, di kamar tamu.

Keputusan yang salah. Karena di kamar itu kami meneruskan perang yang tadi siang sempat tertunda. Kami kembali menyerang sambil menangis dan saling menyalahkan. Akhirnya Papa pun mengunci kami di kamar kami masing-masing.

Yah, itu tadi sedikit cerita tentang permusuhan saya dengan kakak saya. Sampai sekarang pun, saya masih belum bisa akur dengan kakak saya. Walaupun kami tidak pernah lagi perang fisik seperti dulu, tetapi kami jadi perang dingin selama di rumah.

Saya sering iri sebenarnya melihat teman-teman saya yang mempunyai kakak yang sayang pada mereka. Kakak cowok teman-teman saya mau mengantar adiknya, membantu mereka. Dan teman-teman cowok saya yang punya adik perempuan juga sayang pada adiknya. Yahh, tapi mau diapain lagi. Saya juga suka geli sendiri membayangkan saya dan kakak saya bisa akur. Yahh, saat itu akan datang suatu saat.
Masa-masa TK
Waktu saya kecil, saya termasuk anak yang aktif dan cerdas. Saya termasuk anak yang cepat belajar. Ketika saya TK, yaitu di TK Tugu Ibu, Depok, saya merupakan salah satu dari kira-kira 15 anak di kelas saya yang sudah bisa membaca. Waktu itu yang sudah bisa membaca hanya saya dan satu anak cowok lainnya.

Dan saya sudah bisa membedakan warna merah dengan warna kuning. Untuk ukuran anak TK, hal itu hebat lho.

Saya juga jagoan cilik ketika TK. Saya adalah Wina sang Pembela Kebenaran dan Keadilan. Teman-teman cewek saya selalu mengadu pada saya kalau mereka diganggu oleh anak-anak cowok. Maka, saya pun akan berkelahi dengan anak-anak cowok itu. Tidak peduli saya kalah atau menang. Yang penting saya berantem dan terlihat keren.

Waktu TK pun, saya cewek satu-satunya yang bisa naik turun tangga melingkar. Kebanyakan anak-anak cewek di TK saya sudah menyerah ketika menaiki tangga melingkar.

Saya juga sering dipilih untuk menjadi Pemimpin Upacara ketika TK. Wah, pokoknya saya hebat deh waktu TK.

Saya juga punya cerita cinta saya yang pertama ketika di TK saya. Haha, saya jadi malu.

Ketika TK, saya menyukai teman sekelas saya yang bernama Maiko. Dia adalah si anak yang sudah bisa membaca di kelas, selain saya. Anak paling pintar di kelas. Dia keturunan Jepang.

Saya baru menyadari fakta bahwa ternyata dari dulu saya mempunyai ketertarikan pada cowok-cowok keturunan Jepang. Yang agak-agak sipit matanya. Hahha, jadi malu.
Dan ternyata saya juga menyukai cowok-cowok yang cerdas. Cowok-cowok yang multitalented dan pintar. Punya keahlian yang banyak.

Kembali ke cerita tentang Maiko. Saya, sebagai jagoan kelas, bercerita dengan lantang pada teman-teman saya bahwa saya menyukai Maiko.

Teman-teman saya pun jadi sering menggoda saya ketika ada Maiko. Anehnya, saya semakin pede untuk mendekati Maiko.

Yang lebih aibnya lagi, ketika sedang  waktu istirahat, saya melihat Maiko sedang bermain bola. Ketika ia sedang duduk untuk istirahat, teman-teman saya menyuruh saya untuk mencium Maiko. Saya pun didorong-dorong untuk mendekati Maiko. Saya pun kemudian mencium pipi Maiko sekilas.

Ya Tuhaaann, memalukan banget.

Setelah itu, saya lari ke arah teman-teman saya dengan tertawa senang. Bisa dibayangkan lah..

Setelah kejadian itu, teman-teman saya jadi semakin senang menggoda saya dengan Maiko. Anehnya, Maiko diam saja. Tidak marah ataupun senang. Saya kan jadi bingung. Karena Maiko diam saja selama digoda, teman-teman jadi semakin dikit dan jarang menggoda kami.

Sampai akhirnya kami lulus TK, saya masih menyukai Maiko. Tapi Maiko bertahan dengan sikap cueknya. Gemes deh..

Saat saya masuk SD, Maiko pindah sekolah. Sekaligus pindah rumah. Padahal, tadinya rumah kami cukup dekat. Asisten rumah tangga kami juga saling kenal. Tapi dia pindah rumah. Saya tidak mengetahui kenapa dia pindah. Saya sedih dia tidak melanjutkan SD di SD Tugu Ibu seperti saya.

Saya jadi bertanya-tanya, alasan dia pindah rumah tidak mungkin ada hubungannya dengan sikap saya yang terlalu ekstrem itu kan?
Wina masuk SD
Saya melanjutkan SD di yayasan yang sama dengan TK saya, yaitu di SD Tugu Ibu. Letak SD dan TK Tugu Ibu berdekatan. Jadi, sejak TK, saya sudah mengenal bangunan SD saya sehingga saya tidak merasa asing dengan SD saya.

Saya ditempatkan di kelas 1-F ketika kelas 1 SD, kelas yang menurut orang-orang adalah kelas anak-anak pintar. Memori SD saya kurang begitu banyak yang saya ingat.

Saya ingat, ketika saya masih kelas 1 SD, ada teman sekelas saya yang meninggal karena demam berdarah. Nama nya Zaki. Anaknya gendut. Baik sekali anaknya. Saya sering meminjam penggaris sama dia.

Ketika berita bahwa Zaki sudah meninggal, teman-teman sekelas menangis. Wali kelas kami pun menyuruh kami  untuk membawa uang bela sungkawa esok harinya.

Saya, sebagai mantan jagoan cilik, berkata dengan lantang di depan kelas bahwa Zaki belum meninggal. Dia hanya lagi sakit. Dan kita disuruh mengumpulkan uang untuk Zaki biar bisa makan sayur-sayuran biar dia sehat lagi. Sebagian besar teman-teman sekelas percaya akan hal itu. Sehingga mereka berhenti menangis.

Wali kelas kami, Ibu Surti hanya tersenyum melihat tingkah saya. Saat saya mengingat hal ini, saya tersenyum sendiri, betapa naifnya saya.

Ada suatu kejadian yang saya ingat ketika saya di kelas 2 SD. Saat itu, di SD saya sedang populer permainan Tutup Pintu. Jadi, setiap istirahat, beberapa teman-teman cowok yang berbadan besar ada di luar kelas. Sedangakan sisanya, termasuk anak-anak ceweknya, ada di dalam kelas. Anak-anak yang ada di dalam kelas menutup pintu dari dalam dan menahannya bersama-sama agar anak-anak yang diluar tidak bisa masuk. Anak-anak yang diluar berusaha mendobrak pintu dengan tenaga mereka. Kami yang di dalam berusaha menahan pintu sekuat mungkin. Anak-anak yang diluar benar-benar anak-anak yang kuat. Sehingga, seringkali mereka berhasil mendobrak pintu. Kalau anak-anak yang diluar sudah berhasil mendobrak pintu, kami, anak-anak yang di dalam kelas akan tukar posisi. Sekarang kami berada di luar kelas berusaha mendobrak pintu. Begitu seterusnya hingga waktu istirahat selesai.

Wali kelas kami, Ibu Nur, sangat tidak senang dengan permainan kami yang satu itu. Karena selain berisik, karena kami sangat senang berteriak-teriak ketika bermain itu, permainan itu juga bisa mengakibatkan anak-anak yang di dalam kelas terluka ketika pintu berhasil didobrak.

Maka, sebagai hukuman, wali kelas kami menyuruh kami sekelas untuk menulis di buku tulils kami denga kata-kata ‘Saya berjanji tidak akan bermain permainan Tutup Pintu lagi karena itu berbahaya’ sebanyak 50 kali dengan tulisan sambung. Hukuman yang cukup berat untuk anak 2 SD.
           
Kelas 3 SD, saya tidak menyimpan memori banyak di masa itu. Yang saya ingat, saya mulai mempelajari IPA dan IPS di kelas itu. Dan dari situ saya menyimpan rasa tidak suka pada pelajaran IPA, terutama Fisika. Aduh, saya inget banget saya tidak bisa membedakan gelombang longitudinal dengan gelombang apa tuh yang satu lagi..gelombang.. gelombang itu lah.

Tapi saya suka Sejarah. Saya suka membayangkan masa-masa kerajaan di Indonesia. Yah, sedikit yang saya bisa ceritakan mengenai kelas 3 saya.

Ohh, saya ingat. Waktu kelas 3 SD, saya pindah rumah. Tadinya rumah saya di Griya Pendawa, sebuah komplek perumahan yang sederhana dan asri. Saya akrab dengan semua anak kecil di sekitar komplek karena kebanyakan dari mereka satu sekolah dengan saya.

Saya pindah ke komplek perumahan, yang katanya sih komplek elit, namanya Pesona Khayangan. Saya suka rumah baru saya. Tetapi disini temannya sedikit. Antar tetangga tidak terlalu saling mengenal. Waktu saya kecil, teman main saya hanya Yolanda, anak sebelah rumah, yang usianya 3 tahun lebih tua daripada saya.

Di kelas 4 SD merupakan masa gemilang buat saya. Tiga caturwulan berturut-turut saya menjadi juara kelas. Sehingga saya menyabet piala Juara Umum saat kelas 4. Berkat prestasi saya ini, saya masuk ke kelas unggulan di kelas 5. Tapi itu cerita lain, saya ingin menceritakan kisah di kelas 4 SD saya.
           
Di kelas 4 SD, kami mulai mempelajari Bahasa Inggris. Saya spontan langsung menjadikan pelajaran ini sebagai mata pelajaran favorit. Selain gurunya enak mengajar, saya suka Bahasa Inggris. Membuat saya tambah keren kalau berbicara Bahasa Inggris. Hehe..

Saya selalu mendapatkan nilai tertinggi di mata pelajaran ini. Membuat saya diperhatikan Miss Tia, guru Bahasa Inggris. Weeh, bangga deh pokoknya. Hehe..

Saya punya cerita cinta lagi di kelas 4. Saya menyukai teman sekelas saya, namanya Brian. Dia bukan keturunan Jepang. Anaknya gembul. Ranking 2 di kelas, anak cerdas. Hehe. Dan tanggal lahirnya sama dengan saya. Sebagai anak yang terlalu  banyak nonton sinetron Cinta (itu tuh, sinetronnya Dessi Ratnasari sama Primus Yustisio), saya menghayalkan bahwa dia dan saya ditakdirkan bersama.

Maka dimulailah kegilaan saya untuk selalu mendekati Brian. Sayangnya, ada teman sekelas saya dan teman dari kelas tetangga yang juga menyukai Brian. Namanya juga anak SD, kita bertiga dengan bodohnya membuat sebuah kuis berhadiah. Kita bertiga saling menyombongkan diri tentang siapa yang paling berhak jadi pacarnya Brian. Pertama kita bertiga melihat siapa yang paling pintar (ehm, saya yang menang). Lalu kedua, kita melihat siapa paling cantik (oke, ini saya kalah total. Kulit saya masih gelap belum dapet pencerahan kala itu). Lalu yang terakhir, siapa yang paling banyak penggemarnya. Untuk kuis terakhir, kita bertiga membuat polling di kelas saya, siapa yang paling banyak mendukung kita. Disini saya kalah tipis dengan saingan sekelas saya, Natasya. Dia didukung 21 siswa, saya didukung 17 siswa dan saingan saya satu lagi, Saskia, hanya didukung 2 siswa. Diskriminasi kelas deh biasa.. hehe.

Dari hasil kuis, pemenangnya adalah Natasya. Hadiahnya sebenarnya adalah hak menjadi pacar Brian. Tapi eh tapi.. Brian nya sudah kabur duluan saat tahu kuis itu untuk memperebutkan dia. Sampai waktu istirahat selesai, dia tidak berani kembali ke kelas. Malangnya nasibmu nak..

Kalau saya ingat-ingat, saya malu banget inget-ingetnya. Agresif banget sih saya..haduhhaduh..

Oh ya, apa saya sudah bilang, Brian yang saya maksud adalah Brian Arista? Yep, Brian Arista dari kelas X-1, anak murid Ibu sendiri. Hehe, jangan pingsan ya Bu baca cerita saya.. Saya emang malu-maluin..

Oke, lanjut ke kelas 5 SD. Saya masuk ke dalam jajaran anak-anak pintar di sekolah, Saya masuk kelas unggulan, 5-E. Waaw, saya bangga dong tentunya masuk kelas ini. Dan ajaibnya, saya juga terpilih menjadi Ketua Kelas untuk kelas ini.

Tapi saya gugup sekali waktu itu. Sampai-sampai saya tidak tahu harus berkata apa saat menyiapkan kelas. Gugupnya bukan main..

Di kelas 5 dan 6, saya terus bertahan di kelas unggulan. Saya dilatih setiap hari untuk mengerjakan 10 soal ujian dari Buku Pintar. Begitu terus sampai saya menghadapi Ebtanas. Beda deh suasananya di kelas unggulan.

Di kelas lain, anak-anak masih bisa bermain saat istirahat. Di kelas unggulan, kami hanya sempat bercanda di dalam kelas. Tidak sempat keluar karena sudah banyak tumpukan soal yang harus dikerjakan. Kelas unggulan bener-bener bikin otak saya panas.

Karena itu saya memutuskan untuk memberi kelonggaran pada otak saya untuk tidak bekerja terlalu keras saat masuk SMP.

2 comments:

  1. Kamu punya bakat untuk menulis. Bisa dijadikan buku, neh.... Terus berkarya dan terus pantang menyerah dengan tantangan yang ada di depanmu. Jangan pernah puas dengan pencapaian yang telah kamu raih. Teruslah merengkuh wawasan, yah!

    ReplyDelete
  2. waaw. bisa dijadiin buku??
    komentar yg menakjubkan. hehhe. ga nyangka..
    thx for the compliments.. surely i'll keep on writting. doakan yaa. x)

    once again, thx a bunch !

    ReplyDelete

tinggalkan jejak kalian disini..