Sunday, January 3, 2010

Hasil Terjemahan Bab 4 - Ujian (4.1 - 4.2)


UJIAN
Cara untuk mengetahui apa yang siswa peroleh selama pembelajaran, membuat hal tersebut nyaman bagi mereka dari awal hingga akhir, dan cara bagaimana untuk menghindari kecurangan.

4.1 Perubahan dalam metode ujian
            Manajemen dalam mengatur ujian sangatlah kompleks. Dulu hal ini tidak selalu seperti itu. Metode tradisional dalam menilai pembelajaran sebuah materi seorang siswa adalah dengan mengadakan ujian tertulis yang diawasi secara formal yang diadakan pada akhir pembelajaran – dalam beberapa kasus ada juga yang mengadakan ujian pada akhir tahun sebelumnya, tapi seringkali hal ini berlaku pada subjek sekunder – atau pada waktu saat sudah dekat dengan pembagian raport (walaupun berakhirnya pendaftaran tetap bisa menjadi tanda kegagalan lulusan). Terdapat juga ujian praktek bagi pelajaran praktek.
            Bab ini tidak menilai mutu pedagogik terkait dengan cara yang berbeda dari cara menilai siswa (lihat Ramsden 1992, perhatikan ‘pembelajaran dangkal/permukaan dan ‘pembelajaran mendalam’ yang dipengaruhi oleh metode penilaian, dan juga CSUP 1992):
  • Ujian tertulis yang diawasi 
  • Essay 
  • Artikel  berbasis artikel atau pilihan ganda komputerisasi (sering dirujuk oleh siswa sebagai artikel ‘tebakan-ganda’) 
  •   Bentuk lain dari tes komputerisasi 
  • ‘Seen’ papers issued in advance 
  •   ujian di rumah 
  • artikel ‘open-book’, entah itu ‘terbatas’ (hanya membawa beberapa artiekl tertentu) atau ‘bebas’ (bawa materi apapun yang kamu suka) 
  •   portfolio 
  •   ujian lisan (tidak hanya untuk pelajaran bahasa) 
  •   sidang tesis secara lisan 
  •   ujian terbuka tanpa batas waktu (sebuah percobaan di tahun 1960-an, walaupun tidak secara luas digunakan) 
  • ujian kelompok 
  •   ujian perorangan 
  •   atau ujian yang lainnya dari banyaknya variasi metode (pilihan ini harus bergantung dari penilaian akademis yang menilai mana metode penilaian terbaik)

Ada beberapa implikasi administratif dalam semua hal diatas, tapi hal ini seharusnya menjadi menjadi faktor sekunder dalam menentukan metode – meskipun hal ini juga penting. Dalam beberapa kasus, mungkin sistem akademis yang ideal seharusnya disesuaikan dengan prinsip pengelolaan atau kemampuan manajemen. Sebagai contoh, penggunaan esai yang berlebihan mengarah pada prosedur yang kompleks dalam hal pengumpulan sementara dan penentuan langkah-langkah untuk mencatat dan memverifikasi kepatuhan (yaitu untuk tidak menyebutkan tenggat waktu pengumpulan, untuk menghindari terjadinya penumpukan tugas); ujian tertulis yang berlebihan dalam pembelajaran dengan pilihan yang banyak dapat mengarah pada masalah penjadwalan ujian yang rumit; menggunakan banyak metode penilaian yang berbeda dapat meningkatkan kompleksitas lembar penandaan (baik dalam kertas ataupun on-line), dari sebuah transkrip nilai dan surat dan informasi tentang resit dan progress.
            Tulisan di bawah ini fokus pada ujian tertulis yang formal, yang dijadwalkan dan diawasi dan juga pada pembelajaran dengan esai. Dengan demikian, tidak ada diskusi dalam sebuah argumentasi,  seperti apa sebaiknya ada ujian resit, yang memang sebaiknya ada, dan apakah sebaiknya ada batasan yang dimasukkan ke dalam resit (seperti penandaan maksimal, dll); karena hal-hal tersebut adalah perkara pedagogik dan sebuah praktek yang mengalami banyak perubahan sebagai persoalan dari selera lokal dan konvensi.

4.2 Penjadwalan ujian
            Dalam jenis pembelajaran yang standar di dalam pendidikan tinggi hingga munculnya modularisasi dan penyebaran mata pelajaran ‘bebas pilih’, terbilang cukup mudah dalam menyusun penjadwalan sebuah ujian: halangan utamanya adalah menyesuaikan siswa kepada akomodasi yang tersedia. Merupakan hal yang tidak biasa sebuah ujian dijadwalkan sama setiap tahunnya, untuk mencapai tingkatan itu sebuah pembelajaran harus sudah stabil atau resepnya adalah penjadwalan ujian sudah harus diterbitkan di kalender pendidikan institusi pendidikan tersebut pada tahun-tahun awal.
            Dua faktor telah menganggu stabilitas ini: peningkatan fleksibilitas kegiatan pembelajaran dan peningkatan jumlah siswa dalam angka yang besar. Faktor pertama akan membentuk sebuah potensi benturan yang lebih banyak pada penjadwalan ujian, membuat penjadwalan ujian tersebar di jangka waktu yang lama. Sedangkan faktor kedua menyebabkan jumlah akomodasi yang tersedia tidak mencukupi jumlah pasokan yang ada, yang kemudian juga menyebabkan penjadwalan ujian tersebar pada periode waktu yang lama. Ketergantungan yang berlebihan pada ruang publik dalam memesan tempat ujian dapat membuat sebuah lembaga menjadi rentan akan persaingan dalam memesan tempat dan terdapat prioritas yang berbeda bagi para pemilik ruangan: seperti contohnya, ruang olahraga mungkin lebih ingin menjadi tuan rumah bagi sebuah kompetisi bergengsi dibandingkan menjadi tempat untuk melaksanakan ujian; hal ini berarti dapat menyebabkan hilangnya akomodasi seutuhnya dalam tempo waktu yang singkat. Untuk itu diperlukan peningkatan biaya penyewaan. Merupakan hal yang sangat bijaksana untuk menyusun inventarisasi akomodasi darurat (seperti ‘drawing offices’, gymnasium, aula milik organisasi keagamaan di lingkungan setempat, dll) yang bukan tempat ujian pada umumnya tetapi bisa digunakan dalam keadaan darurat. Ada dua situasi yang bisa ditanggulangi jika melakukan hal diatas, yaitu; pada keadaan dimana ruangan tidak tersedia saat penyusunan jadwal ujian (misalkan pemesanan tempat ditolak), yang kedua adalah saat ruangan menjadi tidak bisa digunakan ketika ujian sedang berlangsung (misalkan terjadi kebakaran). Jika ada institusi pendidikan terdekat yang memiliki profil ujian yang berbeda, maka hal tersebut bisa dimanfaatkan untuk menanggulangi keadaan darurat.
            Meningkatnya kompleksitas benturan bukan hanya akibat dari peningkatan jumlah pilihan ‘bebas pilih’ dan sendi derajat: hal ini juga dapat disebabkan oleh upaya yang dilakukan, demi kepentingan ekonomi, untuk menggunakan modul pribadi yang cakupannya lebih luas dan bervariasi dibandingkan memiliki variasi kecil yang dimiliki perseorangan. Hal ini berarti bahwa tidak hanya jumlah modul pribadi menjadi lebih banyak (seringnya melebihi angka 500), tetapi juga bahwa modul-modul ini seringkali bertentangan dengan setiap modul lain dalam penjadwalan ujian. Modul dengan jumlah besar juga seringkali mendapat permintaan dari para penilai untuk melaksanakan ujian di slot awal jadwal ujian, hanya sebagai sarana untuk memastikan mereka mendapatkan waktu yang cukup untuk menilai soal ujian.
            Sampai batas waktu tertentu, tekanan semacam ini telah dikelola oleh penilaian yang berkembang didalam perkuliahan, tetapi hal ini tidak bisa dianggap sebagai solusi yang handal karena ada juga tekanan untuk kembali lagi pada sistem penilaian yang lama, yaitu ujian yang diawasi secara ketat dibandingkan menggunakan ujian sistem perkuliahan, yang dianggap akan meringankan beban kerja para guru. Demikian pula perubahan metode belajar-mengajar mungkin dapat mengurangi jumlah penggunaan kelas besar sebagai tempat ujian karena metode berubah menjadi metode yang lebih menggunakan pendekatan ‘student-centered’, sehingga kelas besar dapat dijadikan tempat bekerja atau laboratorium komputer (seringkali tanpa informasi administrasi ujian). Kelas dengan kursi bertingkat (kelas perkuliahan) biasanya tidak cocok untuk dijadikan sebagai tempat ujian, karena siswa yang duduk di tingkat yang lebih tinggi lebih mudah untuk melihat hasil kerja siswa lain yang ada dibawahnya. Jika kelas tersebut memiliki kursi panjang yang tidak dapat dipindahkan, bukannya kursi yang dapat dipindahkan, hal tersebut tidak hanya akan meningkatkan kemungkinan siswa saling bertukar catatan atau jawaban ujian tetapi juga akan menyulitkan pengawas ujian untuk bergerak disekitar peserta ujian. Untuk menghindari hal-hal diatas, berarti penggunaan kelas bertingkat tidak bisa maksimal, yang tadinya kelas tersebut dapat menampung 200 siswa menjadi hanya sekitar 50 siswa untuk ujian (untuk membuat jarak yang  lebih lebar antar siswa, membuat baris-baris yang berbeda, dll)
            Karena standar akademik belum diperpanjang, perpanjangan masa ujian untuk menanggulangi jumlah yang lebih banyak harus diletakkan di salah satu periode: entah apakah periode ujian dimulai lebih awal dan menggeser jadwal belajar-mengajar atau ujian dimundurkan pada periode penilaian di akhir semester.
Ketika semua potensi bentrokan dan kendala akomodasi telah diidentifikasi, ada banyak faktor lain yang harus dipertimbangkan kembali dalma menjadwalkan ujian:
a.       Siswa yang bekerja paruh-waktu akan memiliki tanggung jawab kerja dan domestik selain studi mereka; mungkin hal yang sulit untuk menyesuaikan jadwall ujian dengan situasi mereka, apalagi jika jenis siswa seperti ini ada dalam jumlah banyak, tetapi yang lembaga pendidikan bisa lakukan adalah menginformasikan jadwal ujian pada awal tahun sehingga mereka bisa menyesuaikan antara jadwal kerja dengan jadwal studi mereka. Lebih jelasnya, baik siswa maupun lembaga pendidikan harus sama-sama memiliki pengertian bahwa waktu ujian sebuah mata pelajaran memiliki jadwal waktu dan hari yang sama dengan jadwal kegiatan belajar, artinya jika satu mata pelajaran diadakan pada malam hari, maka jadwal ujian mata pelajaran tersebut juga diadakan pada malam hari. Tetapi dalam beberapa kasus hal ini tidak dapat dijamin dan dapat berbeda situasinya; sebagai contoh jika ada satu mata pelajaran yang memiliki 2 kelompok siswa, yaitu kelas siang dan kelas malam tetapi kedua kelompok itu harus memiliki waktu ujian yang sama, maka penjadwalan ujiannya akan berbeda dengan jadwal belajar mereka. Hal ini akan dianggap sebagai ‘customer care’ yang payah  bagi sebagian siswa.
b.      Siswa yang bekerja paruh-waktu, yang terkadang juga memiliki mode full-time, seringkali memiliki pola belajar yang lebih fleksibel dibandingkan siswa lain yang belajar full-time: siswa yang bekerja paruh-waktu biasanya memiliki pola kegiatan belajar yang berbeda dengan siswa lain (mengambil modul yang berbeda) atau diijinkan untuk menggabungkan satu modul (mata pelajaran/kuliah) di satu tingkat dengan tingkat selanjutnya. Hal ini dapat menyebabkan kombinasi jadwal kuliah yang aneh dan saling berbenturan.
c.       Jika kegiatan pembelajaran ditawarkan dengan sebuah partnership dari dua institusi yang berbeda (contohnya dalam kesepakatan waralaba), jadwal ujian dalam institusi induk harus memperhitungkan kebutuhan lokal dari siswa-siswa dari institusi partner, dimana ujian dilakukan secara paralel di masing-masing institusi. Sebagai contoh, institusi induk tidak bisa beranggapan bahwa ujian pada sore hari, malam hari atau akhir pekan sama-sama mudah untuk dilangsungkan di institusi partner dalam hal akomodasi, pengawasan, akses, transportasi ataupun katering.
d.      Kasus yang lebih kompleks adalah dimana kegiatan pembelajaran juga dilakukan di luar dari negara institusi induk berada. Seperti yang ada pada poin (c), jadwal ujian harus memperhatikan kebutuhan dari dua institusi tersebut untuk mengadakan ujian yang bersamaan. Jika hanya melibatkan satu zona waktu asing yang berdekatan, hal ini mungkin untuk dilakukan, sebagai contoh, mengadakan ujian di pagi hari untuk institusi di negara pusat dan pada waktu yang sama, ujian dilangsungkan pada sore hari untuk institusi di negara partner (seperti di Inggris dan Timur Jauh). Tapi jika zona waktunya terlalu jauh, perlu diadakan ujian yang terpisah mengingat semua masalah yang akan timbul tentang perbandingan (dan beban kerja untuk para pengatur pertanyaan). Simultanitas mutlak tidak vital disediakan sehingga ujian itu tumpang tindih, tidak ada yang meninggalkan kursi sebelum sesi yang selanjutnya memulai ujian; atau memulai sesi selanjutnya setelah peserta ujian memulai sesi sebelumnya: hal ini melibatkan penangguhan dari beberapa aturan yang normalnya akan mengijinkan siswa untuk memulai terlambat atau selesai duluan.
e.       Hal yang diungkapkan pada poin (d) dapat terjadi bahkan pada situasi dimana tidak ada penawaran sistem ujian paralel di negara lain: institusi pendidikan mungkin akan mengizinkan siswanya untuk melaksanakan ujian di negara asal mereka, atas dasar belas kasihan. (lihat Bab 8, bagian 8.6 (d) ).
f.       Banyak siswa yang memiliki kendala dalam menghadiri ujian sehubungan adanya hari peringatan agama mereka: ini berarti mereka kemungkinan tidak dapat hadir pada waktu tertentu dalam sehari atau pada hari tertentu dalam seminggu atau bahkan pada minggu-minggu tertentu dalam setahun. Sudah tentu jalan terbaik adalah para siswa macam ini menginformasikan pada lembaga pendidikan terkait mengenai kendala mereka ini sebelum jadwal ujian ditetapkan, bukannya setelah jadwal ujian sudah dipublikasikan lalu mereka akan meminta penyesuaian jadwal tersebut dengan kondisi mereka, yang akan mengakibatkan perubahan seluruh jadwal ujian. Merupakan langkah yang bijaksana juga apabila lembaga pendidikan meminta konfirmasi dari pemimpin agama setempat mengenai kendala-kendala tersebut, apakah benar atau tidak, karena jika tidak, hal ini sama saja mengundang siswa yang sembrono untuk mengarang-ngarang kendala ujian dengan alasan sosial. Petugas ujian akan seringkali mendengar permintaan dari siswa yang akan menolak jika ujian dilaksanakan di dekat hari libur nasional, atau ketika tim olahraga setempat sedang bertanding, dan seharusnya tidak ada dorongan pada siswa untuk mengadakan klaim palsu mengenai afiliasi keagamaan hanya untuk memastikan bahwa jadwal ujian mereka tidak bentrok dengan kegiatan sosial mereka. Tetap saja masih tidak ada jaminan bahwa permintaan keagamaan ini dapat dipenuhi atau tidak, dan semacam surat pengantar mengenai kegiatan ini juga diperlukan, seperti yang disebutkan pada poin (k) dibawah. Hal yang mungkin untuk mendapatkan daftar dari semua kegiatan keagamaan, dari badan-badan amal, buku-buku tentang tanggal-tanggal ataupun dari sumber elektronik.
g.      Penguji banyak memiliki tekanan pada waktu mereka. Tetapi hal ini tidak dapat dijadikan alasan bagi mereka untuk mengajukan permintaan mengenai kapan seharusnya ujian dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, demi menghindari bentrokan pada jadwal ujian dengan jadwal liburan mereka. Hal ini tidak masuk akal.
h.      Siswa (dan para staf) menghargai keyakinan bahwa mereka dapat protes jika ujian mereka diadakan dalam waktu yang berdekatan, walaupun ada juga yang akan protes jika ujiannya juga terlalu jauh jarak waktunya. Sebuah lembaga pendidikan harus memperjelas kebijakannya dalam hal ini. Dengan jadwal ujian yang sangat padat dan kompleks, maka hampir tidak mungkin tidak ada 2 ujian dalam sehari atau setidaknya 5 ujian dalam seminggu.
i.        Adanya pertimbangan, seperti pertimbangan menghindari ‘kepadatan ujian’ yang disebutkan dalam poin (h) diatas, mengarah pada ketegangan utama dalam mempublikasikan jadwal ujian. Hampir semua administrator yang bertanggung jawab menyusun jadwal ujian akan merasa bahwa mereka akan dapat menyusun jadwal yang lebih baik jika mereka mempunyai tambahan waktu; selalu ada konflik diantara awal pempublikasian jadwal ujian dan optimisme dari pendistribusian ujian, dan pemanfaatn dari akomodasi dan pengawas.
j.        Apakah ada algoritma dalam komputer untuk menyusun jadwal ujian? Sayangnya tidak. Memang ada beberapa jenis software jenius yang mungkin akan menghasilkan jadwal yang dapat dilaksanakan, baik itu jadwal mengajar ataupun jadwal ujian, tetapi software ini tidak menjamin sebuah solusi, apalagi jika ada banyak kendala dalam benturan atau akomodasi. Hal ini sudah dibuktikan secara matematis bahwa tidak ada algoritma komputer yang menawarkan solusi. Bukan berarti solusi tidak akan muncul dengan sendirinya dalam setiap kasus, hanya saja hal ini tidak dapat dijamin. Sama halnya hal ini tidak akan menghentikan siswa, sebagai bagian dari proyek mereka, dalam menemukan novel algoritma yang bisa menghasilkan jadwal yang sempurna yang akan memenuhi semua kendala.
k.      Kadang-kadang, disamping semua upaya dalam menyusun jadwal ujian, tetap saja ada kendala yang tersisa. Mengingat akomodasi yang tak terbatas, tidak ada batasan mengenai panjang periode waktu ujian, atau penggunaan waktu di malam hari dan hari Sabtu dan Minggu, maka seharusnya tidak terjadi benturan ini, tetapi tetap hal ini tidak dapat dijamin. Lembaga pendidikan harus mempunyai kebijakan dalam menangani siswa yang ikut terlibat : pengaturan ujian yang berbeda merupakan hal yang tidak diinginkan, dan solusi yang normal adalah membiarkan siswa mengambil ujian dalam sesi, segera setelah atau sebelum mengambil yang utama, dengan siswa diawasi selama sesi-sesi ujian berlangsung demi menghindari kebocoran soal; hal ini mungkin melibatkan pengawasan super ketat. Tanggung jawab dalam menyediakan pengawas ujian yang tinggal adalah dari departemen pendidikan yang bertanggung jawab masalah siswa; ini adalah bagian dari perawatan tutorial pastoral.

No comments:

Post a Comment

tinggalkan jejak kalian disini..